Cari Blog Ini

Minggu, 22 Januari 2012

RSBI Tidak Layak Dilanjutkan

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) gagal meningkatkan mutu pendidikan nasional. Program tersebut justru memperburuk kondisi pendidikan nasional.
Demikian penilaian anggota Komisi X DPR, Rohmaini, yang disampaikan melalui surat elektronik, Selasa (17/1/2012) siang.
Sejak kebijakan RSBI diberlakukan, berbagai persoalan muncul, mulai dari pembiayaan yang harus ditanggung oleh siswa sampai mahalnya biaya pendidikan hanya karena ada label RSBI.
”Padahal, dalam konstitusi jelas disebutkan mencerdaskan rakyat adalah kewajiban negara,” katanya. Persoalan lainnya adalah RSBI telah memunculkan kasta dalam pendidikan nasional.
”Kita tahu, pendidikan untuk menyejajarkan seluruh anak negeri. Semua berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang status kemampuan ekonominya. Faktanya RSBI milik kelas ekonomi tertentu,” kata Rohmani.
Setelah 6 tahun berjalan, program RSBI belum menunjukkan kemajuan pembangunan pendidikan nasional. Bahkan, tujuan dari RSBI belum juga terwujud, yaitu mencetak sekolah bertaraf internasional (SBI).
Hal ini, menurut Rohmani, patut dipertanyakan karena sejak tahun 2005 hingga saat ini belum satu pun sekolah yang berstatus SBI.
”Anggaran yang dikeluarkan pemerintah miliaran rupiah untuk menjadikan SBI. Belum lagi dana yang dipungut dari orangtua murid. Namun, hingga hari ini hasilnya belum ada,” tuturnya.
Berdasarkan evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), seluruh sekolah yang dikelola sebagai RSBI tidak satu pun layak menjadi SBI. Jumlah sekolah RSBI mencapai 1.305 sekolah yang terdiri atas SD, SMP, SMA, dan SMK.
”Ini ironi di tengah ekspektasi masyarakat memiliki pendidikan terjangkau dan berkualitas,” katanya.
Untuk itu, Rohmani kembali meminta pemerintah mengoreksi kebijakan RSBI. Menurut dia, semua sekolah berhak mendapat perlakuan yang sama layaknya fasilitas yang diterima sekolah RSBI, bukan sekolah yang berlabel RSBI saja.
 

Selasa, 10 Januari 2012

Komisi Informasi Publik di Tiap Sekolah/Madrasah

Pembentukan Lembaga KIP ( Komisi Informasi Publik ) dari pusat sampai kedaerah ini sangat membantu pemerintah karena lembaga ini yang paling tahu mana informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat atau tidak,KIP ini sangat penting karena masalah data dan informasi ini bisa menjadi masalah di masyarakat jika tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Lembaga ini bisa mensosialisasikan  UU KIP ( Keterbukaan Informasi Publik )
UU KIP ( Keterbukaan Informasi Publik )itu berguna untuk menjamin hak masyarakat memperoleh informasi bagi publik. Jadi, bagi siapapun yang akses informasinya dihambat bisa lapor ke Komisi Informasi Pusat atau ke cabang di daerah.
Ketentuan hukuman bagi pimpinan badan pemerintah yang melanggar UU keterbukaan informasi tersebut diatur dalam Pasal 52 UU No. 14 Tahun 2008.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik berupa informasi publik secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan UU ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 juta rupiah.
jika permintaan informasi dokumen selama tujuh hari diabaikan instansi tersebut, maka permohonan dilakukan ke pimpinan di atasnya. Namun, jika selama 30 hari permohonan itu diabaikan dan tidak kooperatif dalam melakukan mediasi maka pemohon bisa mengajukan tuntutan hukum pada pihak yang bersangkutan.
UU KIP dilingkungan sekolah. Para  penyelenggara pendidikan diharapkan dapat memahami aturan yang tertulis di dalam UU tersebut. supaya sekolah terbuka dalam memberikan informasi publik. Khususnya menyangkut dana sekolah yang tertera dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). Karena APBS termasuk bagian dari informasi publik. Sehingga bisa diakses oleh publik, termasuk orangtua, komite sekolah, masyarakat sekolah, dan media massa.
APBS diharapkan terbuka supaya semua pihak dapat mengetahui rincian anggaran yang dibutuhkan sekolah. Penyusunan APBS yang transparan merupakan kewajiban bagi sekolah untuk diketahui setiap orangtua siswa. Dengan begitu, dunia pendidikan sudah menerapkan keterbukaan informasi yang diatur dalam UU KIP.